INI BIANG PRODUKSI ANIMASI JADI MAHAL!

2/8/17

INI BIANG PRODUKSI ANIMASI JADI MAHAL!


Berawal sebuah pertanyaan di timeline FB saya:

Kenapa Feature Film Animasi 2D (apalagi 3D) di Indonesia Baru 1X Tayang di Bioskop?
Muncul berbagai tanggapan mengenainya, selengkapnya disini:
https://www.facebook.com/hizaro/posts/10154969970548664

Lalu kemudian saya mencoba menulis beberapa alternatif jawaban untuk menanggapinya, dalam bentuk status juga.


INI BIANG PRODUKSI ANIMASI JADI MAHAL! #1

Salah satu yang bikin mahal produksi animasi adalah harga softwares yang muahal. Beberapa (banyak) kreator/studio memilih jalan pintas dengan MEMBAJAK (mungkin kultur pertanian berpengaruh). Pilihan sih, terserah saja!
Kaum-kaum open source beserta komunitasnya, lebih mencari solusi daripada mengeluh atau mengikutinya. Karena perubahan tidak akan menjadi suatu perubahan, sampai perubahan benar-benar terjadi. Demikian, mereka menciptakan FREE & OPEN SOURCE SOFTWARES.

Nah, untuk 2D animasi berbasis hand drawing Krita Foundation menciptakan software KRITA buat umat manusia yang ada di seluruh dunia (halah).
Silakan coba, 'saestu' ngga usah pakai CRACK! Ndak perlu sembunyi dan malu menggunakan software LEGAL ini. GRATIS pulak! (Meskipun free disini lebih ditujukan pada arti kebebasan/freedom).

Tutorialnya? Ngga usah manja ah! Youtube banyak, tinggal search saja. Kalao mau yang berbasis project animasi, saya juga bikin untuk film animasi Roda Pantura. Ayoklah, lanjut nggambar atau mbikin animasi pakai KRITA.
*Ikuti komunitasnya di KRITA INDONESIA (FB)


INI BIANG PRODUKSI ANIMASI JADI MAHAL! #2

7 tahun lalu, ketika saya memutuskan untuk keluar dari sebuah perusahaan game developer di Jakarta, saya menyiapkan sebuah STRATEGI. Bulan Agustus 2009, berbekal sedikit pengetahuan akan Open Source, kemudian nekat membuat forum animasi 3D Blender Indonesia. Pemikirannya sederhana banget. Saya INGIN membuat film animasi feature dengan 100% FOSS (free & open source softwares). Kelak!



Kenapa? Ya, karena waktu itu kaget saat hitung menghitung dan mengkalkulasi biaya pembuatan animasi dengan software BERBAYAR. MAHALNYA! Bayangkan 1 software 3D suite saya bisa mencapai 25jt s.d 35jt, belum software desain, office, atau pun OS (Operating System). Ampun!

2006 saya menemukan Blender 3D, sebuah FENOMENA BARU di bidang CGI. 3D software AMPUH dan teruji profesional. Komunitasnya tersebar di seluruh dunia, karya-karya berbasis Blender 3D mulai menggeser standar Industri CG dunia.

Saya lalu mulai mengopreknya dan beberapa kali membuat proyek-proyek iseng. Sesekali menulis artikel, membuat tutorial, lalu membaginya ke forum, Youtube atau FB. Sampai kemudian perusahaan yang saya dirikan bareng teman-teman terancam bangkrut. Ya akhirnya bangkrut! Hal ini MEMICU saya untuk kemudian aktif sebagai 'penggerak' berbagai komunitas di berbagai daerah di Indonesia. Tak terasa, kini Blender 3D sudah menjadi GAYA HIDUP 3D artist di Indonesia, berkat para BLENDER ARMY INDONESIA di berbagai regional.

Berbagai karya berbasis Blender lalu muncul beragam di Indonesia, dari film pendek, Iklan s.d TV series. Komunitasnya ramai dan seru. Dari Aceh sampai Manado. Kemudian saya punya IDOLA baru, founder Blender Institute, legenda sang dibalik code-code ampuh software ini. Ton Roosendaal.



5 tahun kemudian saya beruntung bisa menghabiskan 5 jam bersama beliau di markas Blender Institute, Amsterdam. Berasa 'sowan simbah'. Lalu curhat sambil minum beer tradisional bersama para team Gooseberry project.
Beliau ini yang mengubah perilaku Industri CG (computer graphic). Ia sendiri yang membukakan pintu studio dan memberikan banyak pencerahan selama perbincangan kami.



"Silakan masuk, anggap saja rumah sendiri ya. Kamu tau, sebagian besar kota ini juga kotamu kan? Ya, karena di masa lampau 'kami pernah mencurinya' dari Indonesia. Ah, itu masalalu. Sekarang saya menggantinya dengan membuat Blender ini untuk kalia
(Saya, Chonie, dan Ton lalu tertawa renyah)
"Open source adalah soal kontribusi!"
--
Terimakasih untuk rekan-rekan komunitas Blender Army Indonesia yang telah menemani perjalanan selama 7th ini. Mari ber-EVOLUSI, Lagi!



INI BIANG MAHALNYA PRODUKSI ANIMASI #3

Sebuah komputer canggih hanya akan menjadi rongsok jika tiada yang bisa menggunakannya. Kita tahu bahwa, orang dibalik layar adalah kunci dari semuanya. Sumber daya manusia (SDM). Di status sebelumnya, soal kenapa biaya produksi animasi mahalnya tak terkira, SDM yg minim dan langka adalah salah satu penyebabnya.

Kira-kira seperti inilah hemat saya.

Animasi di negeri ini bukanlah hal baru, tetapi bukan hal yang terlalu dibutuhkan. Perut, tempat tinggal, dan kebutuhan hedonis masih "lebih penting" diutamakan. Skip! Konon menurut wiki dan cerita-cerita yg datanya blm terlau jelas, animasi sudah mulai ada paska kemerdekaan, 1955. Sejak saat itu pula terjadi status quo. Maksudnya? Karya-karya lain baru muncul selang 20an tahuun kemudian (Huma, dll). Singkatnya th 90an ada beberapa yg berhasil masuk TV nasional (googling aja). Baru kemudian tahun 2000an mulai marak setelah era digital. Animasi menjadi prioritas setelah industri advertising dan TV mulai membuahkan hasil. Faktor lain adalah 'heroik' karena merasa tersaingi oleh negara sebelah. Klasik! Cukup, saya tak akan membahas sejarah disini.

Tidak bisa dipungkiri, jejalan film-film animasi asing baik via bioskop, vcd bajakan, hingga internet, menjadikan animasi menjadi tontonan alternatif. Setelah kenal, suka, maka lahirlah komunitas/forum-forum animasi. Baik yang membahas teknis, atau hanya sekedar kumpul-kumpul ringan. Persepatan industri dan kebutuhannya, memacu kebutuhan akan SDM animasi. Jelas! Kalo ngga, siapa yang bikin? Maka muncul pula komunitas yg lebih serius, juga adanya penjurusan minat di ranah pendidikan (biasanya dari DKV atau IT).

Agak disayangkan konten animasi di bioskop kita cenderung memihak arus mainstream. Hollywood! ya iyalah, bisnis hanya percaya satu ideologi, profit. Sehingga film-film berkualitas baik dari distributor-distributor Eropa, Jepang, kurang terakomodir. Cilakanya pula, film-film Hollywood tersebut berbasis CGI/film 3D. Maka, sebagian besar arah industri bertumpu kesana. Film-film 2D dan berbasis handcraft jarang sekali ada di etalase bioskop.

Apa yang terjadi kemudian? Ya, berbondong-bondong semua belajar animasi langsung keranah komputer grafis. Sementara skill-skill fundamental/dasar semacam drawing, painting, atau animasi tradisional kurang dikuasai/enggan dipelajari. Karena kebutuhan Industrinya adalah 3D. Animator pemula sudah merasa cukup jika skill 3D atau software komputer grafisnya level menengah. Belum lagi skill dasar seperti ACTING, sepertinya tidak pernah menjadi prioritas.

Bertahun setelah mengalami sendiri industri, mereka baru tersadar bahwa ranah CGI adalah MAHAL. Tidak pernah terbayang, sebelum terjun secara profesional, soal harga software, hardware, hingga tetekbengek lainnya. 3D artist kebanyakan hanya sampai level 'Portofolio'untuk bekerja pada tempat yang bisa MENGGAJI sesuai level mereka yang sudah semakin tinggi (senior).
Mau turun gunung membuat studio sendiri tanggung dananya. Mau membuat IP sendiri, tenaganya sudah tersedot pekerjaan service utama. Padahal banyak yang tahu, ada yang bisa dikerjakan dengan handcraft. Apa daya, sudah kaku tangan dan habis tenaga.

Hubungannya dengan langkanya SDM?

Ya, secara tidak langsung, industri mempengaruhi citarasa. Teknologi cdpata sdkali berkembang, film yang hari inij kita tonton, tiba-tiba besok sudah menjadi 'kuno' secara kualitas grafisnya. Sementara jika mengurangi level, malah jadi sepertinorg ajaran (pemula). Mau tak mau, industri membutuhkan SDM yg levelnya 'tinggi'. Bisa jadi karena kebanyakan mengerjakan service untuk pasar Amerika atau Canada. Seperti kita tahu, bahwa untuk level pemula saja dibutuhkan waktu sekitar 2-3th intensif belajar. Intensif! Banyak kendala disini soal fokus belajar. Mau ngga mau, banyak studio yg pada akhirnya, 'rebutan' SDM profesioinal.

Pasar 2D bukannya tidak ada disini. Banyak dari animator yang mengerjakan in between untuk pasar Jepang, Korea, US, Malaysia. Saya sering melihat, skil rata-rata mereka pun sudah 'level dewa'. Walaupun disana, level tersebut 'biasa-biasa aja'. Khusus untuk animasi 2D, jaman sekarang lebih susah ditemukan. Selain skill handrawing yang semakin langka, siapa juga yang mau menggambar dengan target sekitar 20.000 s.d 30.000 gambar sebulan kelar? Tanpa attitude dan fokus tinggi, tak ada yang mampu. Gaji minim pulak.
Sementara negara ini tropis bung! Everyday is sunday :-)
 
Sekolah? Sekolah disini sebagian besar mengedepankan bisnis!

Para ahlinya ada di industri, mereka sibu. Biasanya belajar mandiri, tak paham pipeline, tidak bisa dipekerjakan langsung di Industri. Butuh waktu lagi 'mengajari lulusan kreatif' ini. Apalagi SMK, guru-gurunya sebagian besar adalah guru yg diperbantukan, masih merangkap banyak mata pelajaran, dan sekali lagi kurikulum nasionalnya lemah. Boro-boro menguasai skill 2D dengan baik, menggambar aja 90% hancur, sisanya bisa bagus kalau 'dipaksa'. Lalu sebagai gantinya, skill komputer yg dikejar, balik maning ke 3D! Seringkali, ini yang saya temui dilapangan sejak 2009.

Kerap kali saya dimintai portofolio SDM untuk direkrut, disaat yg sama, stoknya tipis alias sudah 'dipakai'studio lain.

Apa solusinya?

...bersambung ya:-)

0 komentar :