2010

12/21/10

Rhythm of Heaven




Film ini adalah kolaborasi saya bersama sahabat saya sewaktu di ISI Jogja. A.C. Andre Tanama, seorang seniman grafis terkemuka Indonesia. Silakan check katalog online pamerannya: www.andretanama.com dan prosesnya http://gwensilentproject.blogspot.com
----------------------------------------------------------------------


Seorang Gwen dengan mata selalu tertutup dan ketiadaan mulut (bungkam) adalah sebuah sikap. Ketika dunia sedang banyak 'bergosip' atas peradaban dan menjadi arena teaterikal dagelan dengan berbagai aktornya yang menawan, Gwen tidak demikian. Ia memilih menutup panca inderanya dan lebih banyak mendengarnya saja. Ia bangun lalu berdoa dikala 'tidur' atas kedamaianya usai. Ia berdoa. Hanya berdoa.

Gwen menjadi sosok anak kecil yang selalu menyikapi masalah dunia dengan doanya. Ia diam namun hati dan pikirnya selalu berbicara kepada Sang Pencipta. Baginya diam tidak selalu apatis, diamnya adalah melakukan sesuatu lewat bathin yang memancar dan cahaya Kasih.
---------------------------------
Ini adalah hasil akhir dari project ARTnimation (sebutan kami) Gwen Silent. Anda tidak akan menemukan gerakan animasi yang berlebihan sepertii film pada umumnya. Film ini adalah pengejawantahan sebuah karakter dalam keheningan nada surga. Penyertanya sebuah puisi kegelisahan Andre terhadap kedamaian Nirvana, melalui berbagai proses spiritualismenya.
---------------------------------

12/9/10

HizaRo Present


Keynote design & animation seminar [at] uns
View more presentations from Hiza Ro
Banyak hal musti disampaikan, banyak pesan harus terfasilitasi, dan tidak sedikit pertanyaan layak mendapat jawaban! Saya ingin bagikan hal itu kepada semua orang lewat dokumentasi SLIDE Presentasi seminar/workshop ini. Tidak banyak, namun akan terus bertambah. Dan ketika semakin bertambah, maka kemungkinan dunia sudah berubah menjadi lebih baik. Bisa jadi lewat Anda dan Saya! Selamat mengunduh :) ~hiza

10/6/10

SINTEL & HEBRING Screening






Blender Indonesia bekerjasama dengan HIMA DKV MSD (Modern School of Design) Yogyakarta menyelenggarakan pemutaran film animasi 3D Blender dan diskusi proses dibalik layar (behind the scenes) Open Movie SINTEL. Acara akan dibawakan oleh HizaRo a.k.a kapten blender.



Sekilas SINTEL

SINTEL adalah sebuah film pendek yang diproduksi secara mandiri, diprakarsai oleh Yayasan Blender sebagai sarana untuk lebih meningkatkan dan memvalidasi penciptaan Blender 3D. Dana awal diperoleh melalui donasi (sumbangan) komunitas melalui internet, yang telah terbukti menjadi model pengembangan yang layak untuk teknologi animasi 3D film secara independen.
15 menit film ini direalisasikan di studio Blender Institute Amsterdam, oleh tim animator internasional dan pengembang (programer). Selain itu, beberapa target teknis dan kreatif penting telah terwujud secara online, oleh pengembang dan seniman dan tim di seluruh dunia.

SINTEL dimulai pada Mei 2009, dengan Ton Roosendaal (producer), kemudian membentuk tim inti yang terdiri dari Colin Levy (Director), David Revoy (art director), Martin Lodewijk (script) dan Jan Morgenstern (komponis). Pada bulan Agustus penulis naskah Ester Wouda didekati sebagai konsultan, yang akhirnya mengambil tanggung jawab untuk seluruh naskah. Ester kemudian bekerjasama dengan Colin, David dan Ton untuk memberikan naskah final di awal November 2009. Sementara itu, Colin dan David membuat storyboard pertama.

Berdasarkan panggilan publik bagi para seniman - dengan lebih dari 150 responden - tim artis Durian dibentuk pada bulan Juli 2009. Dengan anggaran film terakhir masih belum diketahui, target pada saat itu adalah untuk menyelesaikan film ini dalam waktu 7 bulan, dengan tim 6 seniman dan 2 pengembang. Pada saat itu tim masih memiliki harapan untuk dapat mewujudkan script di film 6-8 menit. November, team mengalami krisis dana mendapat suntikan subsidi dari Blender fund, cukup untuk memperpanjang proyek untuk 10 bulan kedepannya, dengan kemungkinan 1 atau 2 kursi artis tambahan dalam beberapa bulan terakhir. Pada saat itu terdapat kerusakan dalam editing animatic, yang mengharuskan script harus direvisi menjadi lebih kompak, dengan struktur cerita menggunakan kilas balik.
Dengan dana tambahan dari Cinegrid Amsterdam Ton akhirnya bisa memperpanjang tim dengan 5 seniman dan pengembang pada Maret 2010. Dengan 14 orang, film itu telah selesai screening pertama pada tanggal 18 Juli di bioskop Studio K di Amsterdam. Film berakhir dengan total durasi 14m: 48S, 888 detik!

Sintel premier pada bulan September 2010 27, di Utrecht di Belanda Film Festival. Semua pekerjaan tim Durian dalam 18 bulan terakhir akan dirilis di bawah lisensi Creative Commons Attribution, gratis untuk semua orang untuk mendistribusikan, belajar dari atau digunakan kembali.

Blender Software

Open Movie SINTEL diproduksi dengan menggunakan software open source Blender yang merupakan perangkat lunak pengolah 3D animasi. Proyek ini sengaja dikembangkan untuk menyempurnakan kemampuan Blender sebagai software utama yang berevolusi dari versi lama 2.49 ke versi baru 2.5. Dikalangan Free Open Source Software (FOSS), Blender sangatlah fenomenal. Selain teruji oleh 2 open movie sebelumnya (Elepahants Dream & Big Buck Bunny serta open game YO!Franky), Blender mengalami perkembangan cukup signifikan dalam kemampuannya untuk produksi profesional. Sebagai sebuah software dengan multi fungsi, kehadirannya di tengah komunitas menjadikan Blender semakin handal karena dikerjakan oleh banyak pengembang dari seluruh dunia.

Bagai 'dewa penolong', tidak berlebihan jika banyak pengguna (Blender Artist) rela mempromosikan dari tangan ke tangan hingga populer diseluruh dunia. Hal lainnya menjadi sangat penting ketika efek dari kehadiran Blender ternyata bisa mengurangi ketergantungan animator terhadap software propietary (berbayar) dalam melakukan produksi. Hemat, tangguh, dan bisa dimodifikasi sendiri sesuai kebutuhan. Di Indonesia komunitas pengguna Blender bisa ditemukan dengan mengakses alamat situs www.blenderindonesia.org atau menemukan komunitas regional yang tersebar di berbagai kota di Indonesia, terutama Jakarta, Bandung, Surabaya, Jogja, Semarang, Malang, dll.

HEBRING

Sebagai pembuka SINTEL, acara dimeriahkan dengan pemutaran film pendek HEBRING besutan Main Studio Jakarta. Film HEBRING sudah dirilis sejak tahun 2007 dan memenangkan berbagai penghargaan Nasional, salah satunya Juara INAICTA 2008 & 2009. Saat ini HEBRING sudah sampai pada rilis ke-3 yang rencananya akan ditayangkan secara Nasional sebagai serial TV. Kesuksesan hebring tidak lepas dari Blender dan komunitas online seperti KASKUS, Facebook dan Blender Indonesia. Para animatornya bahu membahu ikut membesarkan komunitas dengan serangkaian workshop di bebrapa kota besar di Indonesia.

HEBRING, menurut Marlin Sugama dan Andi Martin (Main Motion Games) sebagai pembuat karakter Hebring, animasi dikembangkan full 3D, yang tokohnya berasal dari Tasikmalaya-Jawa Barat dengan nama asli Heru (yang merupakan plesetan dari Hero). Di sisi lain, melalui tokoh super hero yang asli Indonesia, Marlin berharap masyarakat dapat mengambil sifat positif dari orang asli Indonesia kebanyakan, yakni suka menolong dan peduli terhadap sesama. (BISKOM)

Cerita sukses HEBRING bisa ditemui di blog:
http://hebringanimation.blogspot.com/

Selamat Menyaksikan!
HizaRo (Founder BlenderIndonesia.ORG)

9/29/10

Blender dan FOSS


Mindset baru Dunia Animasi

Sebelumnya selamat merayakan Software Freedom Day tgl 18 September 2010.
Dalam hemat saya event ini saya kunyah dengan penekanan pada level Festival, atau sering disebut sebuah perayaan. Maka jika di artikel dengan cepat SFD berarti adalah sebuah perayaan kemerdekaan oleh pelaku perangkat lunak (software). Kata lain yang lebih besar dari perayaan adalah sebuah kebangkitan kebangunan rohani. Jadi mari kita mulai perayaan ini dari hati dan rohani kita, bukan saja fisik/jasmani yang diluar tampak begitu manis, namun didalamnya ‘atis’ (dingin;jawa).



Tidak perlu lagi di bahas apa itu definisi FOSS dan apa manfaat yang ada dengan menggunakan FOSS secara sinergis. FOSS akhir-akhir ini menjadi kata kunci bagi sebagian besar masyarakat Linux dengan program pemerintah IGOS. Digulirkan sekitar 2 tahun lalu dan kini menjadi komoditas penting tuntuk dilakukan dan disosialisasikan bersama dengan komunitas didalamnya. Hari-hari para user semakin penuh diisi pembelajaran FOSS. Tidak terkecuali komunitas animasi FOSS, Blender Indonesia.ORG. Tepat setahun yang lalu komunitas ini berdiri dan menjawab kegelisahan banyak seniman digital yang sebelumnya ragu untuk belajar bersama Blender khususnya, dan software pendukung animasi umumnya.

POLA PIKIR FOSS
Terminologi FOSS menjadi banyak perbincangan di berbagai forum dan komunitas. Terutama menyoal analogi yang selalu diartikan ALL FREE, atau gratis, atau tidak perlu membayar.Ironis karena maksudnya free adalah sebuah kebebebasan (freedom), dan kebebasan berbicara masalah inovasi. Bukan saja menggunakan, namun mengembangkan, memodifikasi, dan mendistribusikan. Karena banyak hal tidak bisa ditemui dengan membeli lisensi software propietary karena Anda hanya mempunyai hak pakai secara individu. Jangankan menjual, mengcopy ke komputer lain bisa jadi berurusan dengan pihak legal hukum. itu!.

Blender Indonesia awalnya didirikan sebagai alat pemersatu serangkaian komunitas, studio, dan pengorganisiran animasi khususnya yang berbasis FOSS. Namun dari perkembangan dan antusiasme para anggotanya, BI menjadi berkembang dengan serangkaian Visi dan Misinya. Berturut-turut prestasi dalam satu tahun ini adalah: [dot]BlendMagz/ebook pertama BI, Juara GCOS 2009, Open Movie Seruling, Creative Motion 5 Kota, berdirinya Open Studio Society (OSS) di Jogja berlanjut di Surabaya, dll. Khusus Open Movie, saat ini masih dalam proses finishing di OSS Jogja (selengkapnya: http://serulingproject.blogspot.com).

Ada satu point yang mendalam dari para anggota forum BI, yaitu mencipta. Awalnya kami hanya saling kritik dengan membuat karya dan mengupload di forum, belakangan beberapa anggota merapakan barisan dan membentuk sebuah komunitas regional di kota masing-masing. Salah satu yang menonjol adalah BARA (blender Army Surabaya) yang dipimpin oleh Adhicipta dan kawan-kawan. Proses yang kami alami sangat berbeda yang tadinya hanya menonton kini menjadi pencipta. Artinya ada keseriusan dan komitment yang tidak saja berkumpul atau nongkrong dan meyebarluarkan Blender sebagai sofwate handal, akan tetapi memulai memodifikasi blender, mengimplementasikan dalam project, menciptakan pendukungnya, dan menghasilkan sebuah karya dalam animasi atau still image.

Saya berpendapat bahwa pola pikir semacam ini harus di copas (copy-paste) ke seluruh komunitas. Tidak dipungkiri jika selama ini banyak komunitas hanya terkesan berkoar soal FOSS dan temuannya untuk disosialisasikan. Jarang komunitas yang mulai menghasilkan sesuatu, kalaupun ada bisa dihitung dengan jari. Salah satu yang menonjol adalah BlankOn. Bisa jadi ini adalah kesalah-pahaman tentang terminologi FOSS tadi. Tidak terbayang berapa energi yang harus dikeluarkan dari kegiatan semacam ini.

MERUBAH PENONTON menjadi PENCIPTA
Sebelum saya berbicara tentang banyak hal yang bisa dihasilkan dari FOSS khusunya animasi dan Blender. Maka marilah kita keluar sejenak menuju ke satu MindSet pencipta. Dari satu kata saja saya yakin banyak yang langsung paham artinya. Mencipta berarti membuat, melahirkan karya, menghasilkan, mendesain, bekerja, dsb. Yup, itu dia pointnya! Anda langsung bisa menganalogikan sebuag ciptaan dengan produsen.

Dihubungkan dengan animasi, maka berarti disini adalah menciptakan produk-produk yang berhubungan dengan animasi. Film, games, software interaktif, karakter, dll. Banyak produk yang bisa digali dari satu bidang, film misalnya. Maka langsung terhubung dengan karakter, property film, environment, serial, short movie, layar lebar, dll. Tidak perlu terburu-buru, tangkap saja satu produk, karakter misalnya.

Dalam sebuah film maka hal yang paling menonjol selain cerita adalah karakter. Karakter adalah sebuah kepribadian yang membedakan satu dengan yang lain. Singkatnya sebuah identitas. Nah, karakter dalam film berbentuk gambar (animasi) yang mempunyai sifat tertentu dan misi dalam kaitannya dengan sebuah script atau cerita. Sebuah karakter sengaja diciptakan untuk mempengaruhi atau memberi pesan kepada khalayak (penonton) dengan dibumbui cerita dalam adegan yang mengisahkan. Kekuaan sebuah karakter sangat ditentukan oleh motivasi positif dalam cerita dan penggambaran secara visual dalam bentuk gambar. Bicara gambar berati bicara komunikasi verbal/visual. Jadi karakter haruslah mewakili sebuah pesan yang ingin disampaikan yang akhirnya menjadi ikon tertentu yang mempengaruhi pemikiran masyarakat atau penontonnya.

Produk karakter sudah selayaknya mempunyai lisensi. Dalam dunia HAKI karakter termasuk Intelektual Property yang diciptakan produsen dan dilindungi oleh hukum. Hanya produsen pemegang lisensi saja yang boleh mendistribusikan, memperbanyak, menggunakan dalam media yang disepakati. Misalnya saja: karakter Donald yang diciptakan Disney. Disney sebagai pemegang lisensi mempunyai hak penuh secara intelektual untuk menjual dan mendistribusikan dalam bentuk merchandise, film, action figure, dll. Pemegang lisensi di setiap negara atau studio harus membayar Hak ini kepada pemegang utama. Sehingga pihak pemegang boleh memplublish sesuai perjanjian yang disepakati. Tentu saja ada keuntungan besar yang dimikili oleh produsen utama. Intinya dari satu hal karakter saja bisa dibayangkan keuntungannya secara bisnis.

Kaitan dengan penciptaan diatas adalah: jika tadinya masyarakat FOSS tadi hanya ber-euforia menontong rilis terbaru sebuah produf bernama FOSS, maka sudah sepatutnya kini FOSS yang menghasilkan penciptaan produk FOSS baru yang dinamakan IP (Intellectual property) atau kekayaan intelektual. Hukum yang mengatur kekayaan intelektual di Indonesia mencakup Hak Cipta dan Hak Kekayaan Industri, yang terdiri atas Paten, Merek,Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, Rahasia Dagang dan Perlindungan Varietas Tanaman. Jadi jelaslah kalau dari sudut pandang animasi saja banyak hal bisa dihasilkan dengan Blender dan FOSS sebagai basisnya.

Apa Saja yang Bisa Dilakukan?
1. Segera mendata & mengorganisir potensi Anda
2. Memulai mencipta
3. Try & Eror
4. Dokumentasi
5. Konsisten
6. Teamwork
7. Goal Akhir (devisa, materi, pengangguran, dll)

HizaRo.com
kapten@blenderindonesia.org

Start From Here!


KEMANDIRIAN AWAL SEBUAH PROSES

Definisi Kemandirian

Mandiri adalah sebuah keadaan ideal individu untuk melakukan sesuatu. Titik dimana segala kesiapan/persiapan sebuah proses akan terus berlanjut. Mandiri bukan sebuah akhir atau pencapaian dalam melakukan sesuatu (cita). Justru kemandirian harus dijadikan awal pijakan sebelum segala sesuatunya
akan diraih. Alangkah dangkal jika sebuah cita-cita hanya sampai dikata mandiri saja.

 

Seseorang bisa dikatakan mandiri jika minimal bisa menguasai diri, mengertipotensi-potensi diri, dan tidak bergantung mutlak kepada orang lain. Sering disebut juga sebuah “kemerdekaan” (freedom). Beberapa sumber mengatakan bahwa mandiri juga merupakan sebuah skill yang didasarkan kekuatan, kemauan, dan hasrat diri (passion) untuk berbuat. Dalam bahasa Inggris sering disebut Independent. Sedangkan secara kategori sering disebut antara lain, Jiwa Mandiri, Ekonomi Mandiri, Mental Mandiri, Kreatif Mandiri,
dan seterusnya.

Point dari sebuah kemandirian bagi saya adalah mandiri sebagai HAK asasi. Ini berarti sangat bergantung pada pilihan diri seseorang. Dan untuk mengetahui mandri tidaknya seseorang yang paling mengerti adalah dirinya sendiri. Sebagai contoh adalah seorang yang berada di penjara. Bagi kebanyakan orang penjara dalah akhir dari segalanya. Sempit, gelap, mencekam, dll. Tetapi sejarah mencatat banyak karya besar lahir dari tempat ini (Tafsir Prof. Hamka, Tan Malaka, Soekarno, Penulis Yunani & Romawi, dst). Secara fisik memang di terali besi, tetapi belum tentu Ia tidak merdeka secara jiwa. Memang fisiknya tidak bisa kemana-mana selain makan dan tidur di penjara, namun bisa saja pikiran dan jiwanya melanglang buana ke negeri
entah berantah. Jadi, sekali lagi mandiri disini bukan soal fisik semata namun sebagai sebuah pola pikir (mindset).

Bagaimana Memulai?
Setelah mengerti definisi mandiri, maka hal selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana cara
memulai, kapan, darimana, dst. Banyak cara untuk melakukannya dan tidak ada keharusan untuk menjiplak
cara orang lain. Namun ada syarat minimal yang paling dasar, yaitu dimulai dari diri sendiri dan sejak dini. Karena proses ini tidak selalu sama, maka alangkah baiknya jika prosesnya lebih awal.

Belajarlah dari pengalaman orang lain melalui buku, internet, dan berdialog dengan sahabat terdekat Anda.
Dengan demikian bisa memangkas proses dari segi waktu. Setidaknya tiak perlu mengalami kesalahan yang
sudah dilakukan oleh orang lain. Cerdas!

Berdasarkan pengalaman saya, mandiri terbagi menjadi 3 proses. Secara jiwa, ekonomi, dan mental. Untuk lebih jelasnya saya akan coba uraikan satu demi satu agar Anda mengerti yang menjadi point dari pengalaman saya.

Jiwa Mandiri
Seperti yang sudah disinggung diatas, bahwa mandiri bisa berbicara soal jiwa/pikiran (mindset). Mungkin saat ini Anda masih banyak bergantung kebebasannya secara fisik, masih butuh bantuan orang lain, atau bekerja dibawah tekanan sebuah instansi. Tapi saya menekankan untuk TIDAK terpenjara secara jiwa/pikiran. Mulailah membebaskan pola pikir Anda dengan sesuatu yang bisa membuat diri sendiri senang (positif). Jangan terbelenggu oleh doktrin atau di dikte oleh pemikiran orang lain. Berkelanalah secara bebas namun bisa dipertanggungjawabkan. Karena kebebasan yang baik tentunya tidak merugikan orang lain.
Pola atau sistem pendidikan di indonesia memang masih jauh dari harapan ideal bagi sebagian besar masyarakat. Tetapi tidak berarti apapun bagi seseorang yang sudah mempunyai jiwa yang mandiri. Secara fisik memang sama dengan kebanyakan orang dalam aktifitas keseharian. Bedanya akan segera tampak dalam sikap menghargai waktu, cara merespon masalah, dan cerdik dalam keterbatasan. Ternmasuk dalam hal kreatifitas, seorang yang kreatif dan mandiri jiwa/pikirannya akan tidak banyak mengeluh dan cenderung berhasil mengakali keterbatasannya. Bagi orang semacam ini, alat bukanlah hal mutlak, yang
mutlak adlah bagaimana memaksimalkannya untuk menunjang ide-ide dan kegelisahannya. Sebaliknya bagi orang yang belum mandiri, hal sekecil apapun akan nampak menyusahkan baginya. Takut akan banyak hal yang belum tentu terjadi, cenderung meninggalkan masalah dan bukannya menyelesaikannya. Sikapnya jelas berbanding terbalik, waktu menjadi relatif lama karena banyak hal tidak efisien dilakukannya. Output inilah yang menentukan keberhasilan seseorang. Ingat, waktu tidaklah GRATIS! Maka segeralah membebaskan jiwa dan pikiran Anda menjadi mandiri untuk banyak hal.

Ekonomi Mandiri
Setelah pikiran menjadi mandiri, maka kita harus menjadi mandiri secara ekonomi. Ya, ekonomi disini adalah kebutuhan dasar dan pelengkap termasuk pengertiannya secara primer, sekunder, dan tersier. Tentu saja hal ini adalah dambaah banyak orang, baik tua maupun muda dalam ukuran yang wajar. Kemandirian ekonomi besar pengaruhnya bagi kemandirian yang lain. Bagaimana mungkin bisa mengatasi banyak tantangan/masalah jika ekonominya saja masih ditopang oleh orang lain (bergantung).

Contoh kongkritnya adalah negara kita. Dari sudut ekonomi kita belum dikatakan mandiri alias masih bergantung oleh bangsa lain. Akibatnya secara halus namun pasti, perbudakan masih saja terjadi, hanya bentuknya yang modern dan tertutupi dengan halus. IMF misalnya yang dimasa krisis moneter terjadi seakan menjadi penentu setiap kebijakan pemerintah, dan banyak contoh seperti freeport, ilegal logging, dll. Fiuh, banyak sekali hutang dicatat dalam rekor negara karena ekonomi kita sangat lemah, karena kita tidak mandiri secara ekonomi. Bagi seorang mahasiswa kemandirian secara ekonomi tidak harus dalam pengertian luas. Misalnya saja dengan bekerja paruh waktu untuk membantu orang tua dalam hal biaya kuliah. Atau menggunakan kreatifitas dan potensi diri untuk menghasilkan. Saya yakin efeknya bisa beragam dan positif. Mahasiswa menjadi lebih percaya diri, semakin terampil, tidak minder, dan keyakinan diri yang semakin kuat. So, gunakan waktumu untuk hal yang positif dan gunakan untuk menunjang aktifitas.

Dalam kasus mahasiswa desain grafis misalnya, maka kreatifitas dan ide-ide Anda sangat dibutuhkan dalam banyak hal. Mulailah berlatih menerapkan ilmunya dengan mengikuti kompetisi desain, magang di advertising, percetakan, atau menjadi creative konsultan di berbagai agency, dll. Anda beruntung karena
modal utama sudah dipegang, otak. Dengan demikian tiodak perlu dijelaskan lagi kalau kemandirian secara ekonomi bisa dimulai dari SEKARANG!

Mental Mandiri
Nah, kemandirian mental ini menarik. Mengapa? Karena mental mandiri menentukan generasi. Saya beranggapan bahwa kemajuan suatu bangsa terukur dari sikap mental yang mandiri. Tidak ada revolusi industri, reformasi pemerintahan dan bisnis tanpa adanya mental mandiri yang kokoh.

Dimasa-masa ini banyak sekali paradok yang terjadi dalam masyarakat (atau parodi). Lihat saja banyak orang tua dengan tergopoh-gopoh berusaha mencari dana untuk menyekolahkan anaknya, sementara si anak justru menghabiskan waktunya di warung kopi atau nongkrong (negatif) bersama temannya. Tidak salah memang, namun lain halnya jika kita sudah memegang 2 sikap diatas, jiwa dan ekonomi. Hal-hal asik bisa berarti peluang bahkan bisnis. Karena nongkrong tidak selalu berarti negatif, semua tergantung dari sikap dan motivasinya. Namun dilapangan menunjukkan bahwa, banyak waktu hanya digunakan untuk hal yang kurang berguna. Stop berpikir masa depan dulu! Lakukan perubahan dari lingkungan kecil, diri sendiri. Bayangkan apa yang akan terjadi jika mental mandiri ini dilakukan secara massal. Dahsyat! Niscaya bangsa ini akan bergetar, ekonomi akan bergerak sehat, pemerintahan akan membaik, dan kehidupan menjadi lebih baik. Kemandirian mental adalah kebutuhan mutlak yang bisa merubah suatu bangsa, mengalirkan peradaban, dan mengobarkan semangat juang. Lakukan dengan segera dan Tuhan pastinya akan memberi
reward untuk Anda.

Kesimpulan
Tidak banyak yang bisa dilakukan kecuali lakukan dari sekarang. Berapapun banyak buku Anda di lemari, sebagus apapun sifat Anda, sesempurna apapun fisik Anda, akan menjadi tidak berguna jika tidak disertai dengan perbuatan sedini mungkin. Mungkin Anda masih bersatus mahasiswa baru hari ini, tetapi ingat bahwa beberapa saat lagi akan menjadi sejarah lalu. Tidak perlu menyesal jika Anda sudah melakukan
yang terbaik saat ini. Bayangkan bahwa proses belajar ini menarik, penuh tawa, dan akan membawa banyak perubahan. Akhirnya selamat berproses dan menciptalah! Karena Revolusi Adalah Mencipta (Tan Malaka)

by HizaRo

Disampaikan dalam orientasi
Modern School of Design, 16 September 2010

9/27/10

Garap Animasi Lokal Bagai Perang 'Seruling Bambu' vs 'Flute'


[Detik] Penggunaan software open source vs software komersial ibarat 'seruling bambu' vs 'flute'. Harganya jauh berbeda, tapi kualitas nada boleh diadu. Hal itu yang dirasakan oleh penggiat proyek animasi tiga dimensi (3D) lokal Seruling Project. Modal awal mereka adalah Rp. 0,- alias tanpa modal.


Karena tanpa modal, Seruling Project menggunakan software-software open source yang gratis dalam berkarya. Namun kualitasnya tak kalah dengan software komersial.

"Hal utama kenapa kami menggunakan software open source tersebut adalah karena tidak mau bermasalah dengan urusan lisensi/bajakan. Software yang kami gunakan semua free (bebas)," ujar HizaRo selaku Director Seruling Project, ketika dihubungi detikINET via-email, Selasa (19/1/2010).

Hiza pun mengungkap bahwa pengguna hanya tinggal men-download dan menggunakan software sesuka hatinya. Jika perlu, mereka juga bisa melakukan modifikasi sesuai kebutuhan agar proses produksi lancar.

"Hal ini tidak kami dapatkan dengan software proprietary karena harus membeli lisensinya yang sangat mahal. Terus terang kami berasumsi nol budget alias tanpa sponsor pada awalnya. Tetapi juga tidak menutup kemungkinan donasi akan kami dapatkan dari berbagai pihak yang tergerak," tambahnya.

Project ini sebenarnya ingin membuktikan, bahwa Open Source sangat ampuh untuk pekerjaan animasi yang berkualitas. "Hal ini diharapkan dapat memotivasi rekan-rekan lain yang akan memproduksi film animasi dengan dana terbatas," tandas Hiza.

sumber:
http://www.detikinet.com/read/2010/01/19/151930/1281673/404/garap-animasi-lokal-bagai-perang-seruling-bambu-vs-flute

Film Animasi Lokal 'Lahir' dari Seruling


[Detik] Seruling (Suling Bambu) adalah sebuah alat musik khas Indonesia. Walaupun sederhana dan terbuat dari bambu, seruling pun bisa menjadi suguhan orkestra yang luar biasa.
Lantas apa hubungan antara seruling dengan film animasi tiga dimensi (3D)? Ternyata seruling telah menjadi inspirasi untuk sebuah proyek pembuatan film 3D di Indonesia.


Proyek itu bernama Seruling Project, yaitu sebuah upaya gotong-royong untuk menciptakan film animasi 3D khas Indonesia. Proyek ini digawangi oleh forum Blender Indonesia, sebuah kelompok pengguna aplikasi 3D Open Source Blender.

"Ide dasarnya memang mengacu pada Open Movie Blender di Belanda, namun kami berbeda dari sistem kerjanya yang full Online. Kami ingin membuat workflow/pipeline animasi secara online dengan memaksimalkan internet dan tools open source khususnya Blender 3D," ujar HizaRo selaku Director Seruling Project, ketika dihubungi detikINET via-email, Selasa (19/1/2010).

Hiza menargetkan proyek berupa film pendek sepanjang 5 menit yang sepenuhnya menampilkan animasi 3D, akan selesai sekitar bulan Agustus 2010.

"Proses open movie ini tentu sangat berbeda dengan proses yang lain. Di mana kami membuka kemungkinan setiap orang untuk melihat, berkomentar, membantu, dan berkolaborasi melalui Blogs Seruling. Ini yang menarik," tambahnya.

Komunitas tersebut berharap, proyek ini dapat menjadi pionir dalam perkembangan animasi open source di Indonesia. "Sekaligus membuka mata kita dengan eksistensi dan integritas, keselarasan dalam perbedaan, kebersamaan dalam satu komitmen, dan berbagai maksud positif lainnya," tukas Hiza.

sumber:
http://www.detikinet.com/read/2010/01/19/151144/1281666/404/film-animasi-lokal-lahir-dari-seruling

Blender Indonesia – Puas Beranimasi dengan Open Source




[PCplus]
Industri animasi di tanah air masih belum terlalu bergejolak. Bahkan, saat animasi garapan anak bangsa, seperti “Homeland” dan “Meraih Mimpi”, gaung animasi di negeri ini tetap belum santer terdengar. Padahal, banyak bakat potensial yang sanggup menelurkan karya animasi yang tak kalah apik. Kalau mau tahu, salah satu peta talenta tanah air bisa dilihat di Blender Indonesia, sebuah komunitas pengguna Blender – software open source untuk animasi, 3D modelling, rendering, sampai post-production.


Rasanya tak berlebihan untuk memuji bakat para animator muda yang “nongkrong” di komunitas ini. Di usianya yang terbilang baru (belum genap setahun), Blender Indonesia telah meraih penghargaan dari Menkominfo sebagai Juara Pertama Kompetisi Komunitas FOSS. Mau tahu apa saja yang sudah mereka kerjakan? PCplus sampaikan hasil ngobrol-ngobrol beberapa waktu lalu dengan pendiri Blender Indonesia, Hizkia Subiyantoro atau yang lebih dikenal dengan nickname Hiza Ro.

PCplus: Bagna awal aimaterbentuknya Blender Indonesia?
Hiza: Komunitasnya sendiri sudah mulai ada sejak tahun 2007, tapi masih terpisah di berbagai forum dan belum fokus pada pengguna Blender saja. Masih campur dengan pengguna 3D Maya dan software animasi lainnya, juga masih banyak yang menggunakan software bajakan. Dari situ kemudian kami gerakkan – kalau mau legal , pindah ke open source saja karena lebuh terjangkau. Kami pakai Blender.

PCplus: Kenapa Blender?
Hiza: Software ini sangat powerful, mau ngapain saja bisa, mulai dari bikin animasi 3 dimensi, game, olah video, pokoknya campur-campur – makanya disebut Blender. Dan, yang paling penting, lisensinya GPL, open source, sehingga kita bisa akses source code-nya dan melakukan modifikasi jika dibutuhkan, dan gratis! Jadi merasa sudah terpenuhi semua. Kalau kita pakai software animasi lainnya, investasi bisa mahal sekali, bisa ribuan dollar per komputer. Dana dari mana? Banyuak orang menyiasati harga mahal dengan pakai software bajakan, tapi itu bukan pilihan bijak.

PCplus: Jadi kapan tepatnya Blender Indonesia terbentuk, siapa saja anggotanya?
Hiza: Blender Indonesia baru terbentuk pada Agustus 2009, tujuannya untuk menyatukan komunitas-komunitas Blender di Indonesia yang sampai saat ini masih terpecah dan independen. Komunitas ini didirikan dengan kekuatan komunitas dan untuk komunitas. Di sini, untuk anggota komunitas adalah Blender Army. Saat dibentuk pertama kali, anggotanya hanya lima orang, lalu bertambah terus hingga sekarang mencapai 600-an orang. Mereka datang dari berbagai kalangan – ada dosen, mahasiswa, hingga anak sekolahan mereka tersebar di beberapa kota di Indonesia, yang terbesar adalah di Jakarta, Bandung, Jogjakarta, dan Surabaya.

PCplus: apa agenda kegiatan komunitas ini dan rencana ke depannya seperti apa?
Hiza: Untuk tahap awal, beberapa agenda yang sudah kami selesaikan adalah membuat portal Blender (http://blenderindonesia.org), majalah digital, modul, pemetaan komunitas dan gathering. Saat ini kami sedang menggarap open movie, menyiapkan pembuatan buku dan video tutorial, kurikulum, penggalangan dana, dan pengadaan hardware. Rencana ke depan, kami ingin bisa memfasilitasi berbagai proyek open source, terutama yang berbasis Blender – baik berupa open movie maupun open game. Kami juga ingin membentuk Open Studio Society (OSS), sebuah kominitas yang lebih besar lagi dan anggotanya lebih beragam, ada dari kalangan fotografer, pemusik, penulis skenario, dan ada programmernya juga. Blender Indonesia juga menjadi bagian dari OSS ini. Kami ingin membuat Open Labs, semacam ajang pelatihan animasi di tiap SMK (Sekolah Menengah Kejuruan). Saat ini kami sedang menyiapkan kurikulumnya

PCplus: Wow, lumayan padat ya. Ada kendala enggak dalam realisasinya?
Hiza: Iya, lumayan padat. Kami sudah membuat semacam to do list untuk memetakan penjadwalan proyek-proyek tersebut (Hiza Ro menunjukkan 2 lembar kertas berisi to do list Master Project Open Studio berikut project timeline-nya – red). Soal kendala, tentu saja ada, tapi kami lebih suka menyebutnya tantangan. Salah satunya adalah faktor komunikasi. Karena kami berjauhan dan tersebar di berbagai kota, jadi komunikasi hanya bisa berlangsung lewat internet, jarang bisa gathering karena berbagai alasan. Selain itu, masih banyak Blender Army yang menganggap animasi sebagai hobi dan senang-senang. Tantangan lainnya adalah leadership untuk masing-masing kota. Sampai saat ini baru empat kota yang sudah memiliki leader, yaitu Jakarta, Jogjakarta, Bandung, dan Surabaya.

PCplus: kabarnya kalian sedang menggarap Seruling Project, apa itu?
Hiza: Iya, betul. Seruling Project adalah proyek open movie pertama kami, sebuah film pendek animasi full 3D dengan Blender sebagai core softwarenya. Pengerjaannya digarap oleh volunteer semua, bisa dibilang hanya dua orang yang menjadi tulang punggung, tapi tetap bisa jalan juga. Sekarang sudah rampung 60%, targetnya agustus nanti kelar sehingga kami bisa melakukan pemutaran perdana saat gathering – bertepatan dengan ulang tahun Blender Indonesia yang pertama. Selain Blender, film ini juga dibuat menggunakan software open source lainnya seperti GIMP dan Inkscape, smeentara untuk sistem operasinya kamu pakai Linux Ubuntu.

PCplus: Kasih bocoran dong, soal film yang dibuat?
Hiza: film ini berdurasi 5 menit. Bercerita tengang komunitas kampung dipinggiran Jakarta, Kampung Urban namanya. Tokoh utamanya adalah seekor ayam jago, namanya Ayam Urban, hehehe. Ayam jago dipilih karena merupakan simbol aroganisasi dan kekuasaan, sementara lawannya adlah ayam-ayam kecil. Film ini mengangkat metafora sederhanatentang perlawanan terhadap arogansi menggunakan konsep “bersatu kita teguh, bercerai kita runtuh” atau “together we can”. Rencananya akan diberi judul “Kukuruyuk”. Film ini akan dikemas dengan standar produksi kualitas DVD, semua source akan kami bagikan dan siapa saja bisa mendapatkannya secara cuma-cuma. Selain film, kami juga menulis dokumentasi tentang proses produksinya, mengemasnya dalam bentuk buku The Making of, lengkap dengan segala masalah dan solusinya. Disini kami mengutamakan proses, selain tentu saja, hasil yang maksimal dengan kualitas yang tidak mengecewakan (lebih lanjut tentang Seruling Project bisa diakses di http://blenderindonesia.org/seruling/ - red).

Site spotlight: Blender Indonesia


[Blendernation.com] I was contacted by HizaRo, who has created a nice site for the Indonesian Blender community. It has news, tutorials and a gallery. When I read the pages my brain feels like it’s in a knot, with texts such as ‘Tujuan dari kompetisi ini adalah menjaga semangat bersaing dan kreatifitas antar anggota’ ;-) Still, great job – I hope the Indonesian Blender community will benefit from this!


HizaRo writes:
Hello, my name HizaRo. I live in Jakarta-Indonesia. Work on the game developers as animator. I was one of the lovers Blender and early August will start soon inaugurate the portal for Blender user in Indonesia. While blender is developing quite well in my country, then that is the blender to create org indonesia. Hope I can be a central Blender software development especially in Indonesia, and opensource in general. Looking in August. Thank you.

sumber:
http://www.blendernation.com/2009/09/04/site-spotlight-blender-indonesia/

Indonesian Animators Creating Their Own World




[Jakarta Globe]
The world of animation has progressed dramatically since the days of Disney’s “Snow White and the Seven Dwarfs.” While last year’s wonderfully nostalgic “The Princess and the Frog” brought back the era of hand-drawn cartoons, the last decade has been dominated by 3D animation.


Beginning with “Shrek” and “Toy Story” — both of which grew into lucrative franchises — 3D animation has grown rapidly in technique and details. Compared to more recent movies such as “Avatar” “Up” and “Wall-E,” the graphics of the first generation pale in comparison. But considering how first-rate the trailblazers were when they hit the screen, that’s saying a lot.
But it’s not just in the United States and other more-modern countries that animation is gaining ground. Indonesia’s talented computer artists are eager to show the rest of the world that they’re a force to be reckoned with.

While the country has yet to produce anything of Pixar’s caliber, there have been some proud achievements. Last year, the Batam-based animation studio Mediacorp Raintree Pictures produced the country’s first 3D feature, “Meraih Mimpi” (“Sing to the Dawn”). The film was a box-office success and critics say the it announced the country’s arrival in the animated movie-making universe.

“Animation in Indonesia has gotten better and progressed significantly,” says Hiza Ro, who represents Blender Community, one of the nation’s leading animation societies. “This era of technology has made the software and hardware [needed to create animation sequences] easy to obtain.”

Hiza points to the increasing number of animation production houses popping up in Indonesia, including big names like Kasatmata (Invisible) Studio in Yogyjakarta and Castle Studio in Jakarta.

“With the progress local animation studios are making, we’re certainly at a place where calling yourself an ‘animator’ can be a proud declaration,” Hiza says. “With the number of newly formed production houses specializing in [animation for] television advertisements, as well as opportunities creating short films and designing computer games, a person can live as an animator in this country.”

Aldy Waani is a motion graphic designer who has directed and produced numerous features, including a trailer for the video game “Gladiator” for Microsoft’s Xbox. He’s worked for post-production companies including Luminaire Digital Post and Lumine 3D House. He’s also a member of the Blender collective.

According to Aldy, the local animation industry is off to a promising start.
“Tons of local animators were recruited to work for Lucasfilm Animation Singapore,” he says. “You should also know that the well-known game ‘Need for Speed Underground’ involved a lot of Indonesian animators.” Hiza agrees, and says that rapid growth is one of the reasons the members of Blender got together.

The collective was officially formed in August, but has grown swiftly in both members and activity. It was formed by animators from various communities around the country who realized that they would hold a stronger influence as a group of artists. Blender’s Web site, blenderindonesia.org has become a hub for the country’s animation artists as well. The site is a place for animators to share and display their work and offers discussion boards that give members a forum to discuss anything related to animation.

Hiza says that Blender’s primary purpose is to encourage artists with limited means to create something original with what they have. He describes the group as “a large collective of fans, workers and studios trying to develop this ecosystem surrounding open-sourced animation software.” Blender shies away from using illegal software, which is an encouraging stance of integrity in a country famous for its lack of artistic ethics. For animators on a budget, the group promotes the use of open-source programs developed by senior designers in the industry and available for free on the Internet.

Hiza says that the seeds of Blender were planted when a few of the group’s founding members bumped into one another at the Global Conference on Open-Source Software in South Jakarta last October. “Our goal is to create an atmosphere of quality and creativity that is legally sound,” he says. “We want to help drive the economy and create healthy working opportunities for the younger generation.”
But Aldy says staying true to the law isn’t easy and that honesty comes at a price.

“The software needed for fresh video effects are not cheap,” he says. “But it all goes back to creativity, especially in using limited resources. Creativity knows no boundaries.”
Hiza says that although the vast library of local animation created by Blender is definitely influenced by their American and Japanese colleagues, Indonesian animators are slowly taking on their own form and creating truly unique works.

“Generally, the diversity of Indonesian culture has provided a great influence toward the development of local animation,” Hiza explains. “We’re somewhat still trying to figure out our own voice, so to speak, but slowly and surely you see the variety of our colors, style, design and story line.”

According to Aldy it is a positive sign that a lot of Indonesian animation borrows from local content, including “Si Kabayan,” an animated series shown regularly on Global TV.
“It gives our animation a distinct feel compared to international animation,” Aldy says.
With all these encouraging developments, Aldy says he knows what expect from the artists in Blender and other burgeoning animators in Indonesia.

“We are going to give a variety in style and substance — things different than what non-Indonesian animators have to offer — a promising alternative for animation junkies here and across the board.”



Source: http://www.thejakartaglobe.com/artsandentertainment/indonesian-animators-creating-their-own-world/364070

Memerdekakan Animator Lewat Open Source





[PCplus]
Bagi kamu yang akrab dengan Blender, nama Hiza Ro mungkin tidak terdengar asing. Apa katanya tentang software ini dan perkembangan industri animasi di Indonesia? Simak hasil wawancara Pcplus dengan sang penggagas komunitas animator Blender Indonesia


Perjalanan menjadi seorang desainer dan animator tentunya diawali dengan proses belajar. Dan proses ini suadh pasati menuntut kerja keras dan sarana-prasarana yang memadai. Salah satunya adalah software desain dan animasi. Bicara soal software, faktor harga sering kali menjadi kendala bagi kebanyakan pemula. Tentu saja, yang dimaksud adlah software proprietary yang berlisensi, bukan software bajakan yang mudah ditemukan dengan mudah di lapak-lapak CD bajakan

Bagi mereka yang sudah menyadari pentingnya hak cipta dan kekayaan intelektual, menggunakan produk bajakan bisa mendatangkan rasa bersalah yang tidak nyaman. Jalan tengah kemudian dipilih, yaitu dengan memakai software open source umumnya berlisensi General Public License (GPL) yang mengizinkan siapa saja untuk menggunakannya, bahkan memodifikasi kode sumbernya jika dirasa perlu. Nah, opsi ini juga dipilih seorang Hizkia Subiyantoro (lebih dikenal sebagai Hiza RO), penggagas komunitas Blender Indonesia.

Hiza merasa sudah menemukan pilihan yang tepat dengan menggunakan Blender sebagai software animasi. Sebuah film pendek full-3D etngah digarapnya bersama ebberapa teman, siap untuk membuktukan bahwa softwware open source tak kalah “sakti” dibandingkan software animasi proprietary. Pcplus sempat menemuinya beberapa waktu yang lalu dan berbincang dengannya soal harapannya untuk dunia animasi tanah air serta keinginan terdalamnya untuk menjadikan para animator terbebas dari “dosa” membajak software.



PCplus: Lagi sibuk apa nih sekarang?
Hiza: Sekarang lagi sibuk workshop keliling kota. Kebetulan saya dan tim Blender Indonesia sedang membantu workshop di lima kot (Surabaya, Balikpapan, Medan, Jogja, Makassar). Lalu saya juga sedang mengerjakan Open Movie Blender Indonesia Pertama (Seruling Project), Menulis beberapa tutorial, membantu mengenrjakan proyek lain, dan mempersiapkan berdirinya Open Studio Society di Jogja.

Pcplus: Bagaimana awalnya kamu berkecimpung di dunia desain dan animasi?
Hiza: Sewaktu saya kuliah di desain grafis (1997-1998), lenjut ke seni grafis, lalu bekerja di berbagai bidang grafi seperti desainer kemasan produk dan desainer cover buku. Tapi saya merasa kurang puas. Saya tipikal orang yang enggak bisa diam, semua bidang dijajal, mulai dari musik, olah raga, desain, event organizer, video editing hingga pada akhirnya ke animasi. Sekarang lebih spesifik dan tertantang mengembangkan animasi berbasis open source di Indonesia. Menurut saya, animasi itu play and fun sehingga sukses membuat saya “diam” kerena asyuk mengutak-atik dan berpikir bagaimana menghibur dan menyenangkan orang lain.

Pcplus: apa saja kendala/tantangan dalam belajar desain dan animasi?
Hiza: Dulu, saat koneksi internet terbatas dan belum semurah yang sekarang, kendalanya mungkin lebih ke sumber buku dan informasi. Forum berbagi ilmu animasi juga masih sangat terbatas di Indonesia. Kalau dalam hal teknis sih banyak. Tapi tidak menjadi kendala berarti selama kita punya passion yang besar. Tantangan terbesar sekarang adalah membangun mental dengan tidak memakai software bajakan. Saya sering menyarankan agar mengambil jalan tengah dengan beralih ke software animasi open source, Blender salah satunya.

PCplus: Bagaimana awal mula kamu ketemu dan suka sama Blender? Apa sih yang bikin kamu sreg pakai blender?
Hiza: 4 tahun yang lalu. Dimulai dari mimpi ingin membuat film animasi panjang yang dikerjakan sendiri dan bisa masuk Guinnerss World Records. Tapi kemudian terbentur faktor legalitas yang memaksa saya harus menggunakan software animasi mahal, sekitar Rp. 30 juta untuk satu software. Lalu saya browsing deh di internet dan ketemu Blender. Blender itu free dan saya lihat review-nya bagus dan penegmbangnya aktif, coba-coba, dan … bingung! Hahaha.

Waktu itu saya sempat berhenti belajar Blender dan kembali ke software lama dan bajakan. Tapi lama-kelamaan merasa enggak dapat berkah dari bajakan. Sudah kerja keras, banyak menggarap project, tapi hasilnya enggak maksimal. Saya kemudian bepikir, mungkin karena ada yang salah dalam pelaksanaannya, dan dugaan terkuat adalah karena masih menggunakan software bajakan.

Saya baru 1,5 tahun terakhir ini mulai dari full di Blender hingga mendirikan komunitas Blender Indonesia setahun silam. (Hiza Ro sekarang sudah keluar dari PT. Serenity Mega Media dan memilih menjadi pekerja lepas dan aktif di komunitas-Red).

PCplus: Bagaimana kamu melihat perkembangan animasi di Indonesia?
Hiza: Sejauh ini lumayan. Di berbagai kesempatan, mulai terlihat taringnya. Cuma, seperti jamur di musim hujan, masih sporadif. Industrinya belum terbangun dan belum ada regenerasi seperti halnya musik dan film biasa. Banyak juga yang lari ke TV komersial dan game karena cukup bisa menghidupi animator. Untuk film panjang sendiri masih jauh dari harapan. Selain biayanya mahal, benefitnya masih kurang karena belum banyak diminati para produser lokal. Akhirnya ya sinetron lagi sinetron lagi. Hehehe

PCplus: menurut kamu, apa yang bisa ditonjolkan oleh animator tanah air agar bias bersaing dengan animator luar?
Hiza: Grafis dan texture, cerita juga. Indonesia surga untuk ide dan kreativitas. Banyak kok animator dan desainer Indonesia yang sudah melanglang buana di luar negeri, beberapa diantaranya malahan wanita. Ini hebat dan mesti dicontoh untuk bisa bersaing, tinggal tingkatkan disiplin dan rajin berproses, bikin animasi yang hebat dan kuat di cerita.

PCplus: apa obsesi kamu untuk software open source?
Hiza: Software hanya alat. Tak ubahnya sebuah pedang untuk senjata. Namun open source menurut saya punya nilai plus. Selain berfungsi sebagai pedang, saa ingin buktikan bahwa Free Open Source Software (FOSS) bisa membentuk mental yang positif dan membuat ekosistemnya sendiri. Maksudnya, saya mulai melihat bahwa pengguna open source umumnya dilandasi kesadaran untuk menghargai kekayaan intelektual dan semagat untuk be legal, ini adalah sikap mental yang positif. Bahkan kesadaran tersebut menjalar ke sisi kehidupan yang lain, seperti banyak pengguna open source yang berhenti merokok karena sadar rokok itu tidak baik dan merugikan orang lain selain diri sendiri.

Saya punya harapan yang besar dalam pengimplementasian FOSS. Salah satunya, mungkin bisa menghidupi artistnya sendiri, baru kemudian sebagai sarana belajar dan berkolaborasi. Selanjutnya, main banyak yang pakai, share, kolaborasi, dan akhirnya menggantungkan hidup secara legal dengan FOSS. Barulah akan makin banyak orang kreatif yang legal dan mengurangi pengangguran. Ke depan, nukan tidak mungkin FOSS bisa menghasilkan devisa negeara dari industri kreatifnya.

PCplus: apa harapanmu untuk dunia desain dan animasi di tanah air?
Hiza: Harapan saya, bisa berkembang subur dan menjadi mata pencaharian utama. Industri desain aimasi (kreatif) tidak pernah mati, malah makin berkembang. Di samping itu, mari mulai dari dini belajar menghargai Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dengan memakai FOSS atau membeli software asli. Niscaya, rezeki akan menghormatimu.

Open Source Software Sebuah Solusi Tengah



































JIKA KITA TAHU KARYA KITA DIBAJAK ORANG LAIN, MARAH ADALAH SIKAP YANG LUMRAH. SAYANGNYA, DISISI LAIN, DESAINER YANG MENGUNAKAN PROGRAM BAJAKAN JUGA BUKAN SEGELINTIR. BISAKAH SOFTWARE OPEN SOURCE DIJADIKAN JALAN TENGAH? (Irwansyah-concept magz)


Situasi ini seperti melahirkan sebuah paradoks: kita tidak mau dibajak malah menggunakan karya bajakan. Berani taruhan, sebagian besar desainer yang menggunakan software bajakan punya kendala yang sama: harga software asli yang naujubilah mahalnya! Tapi tentu hal ini tidak bisa dijadikan pembenaran bagi desainer untuk terus memakai software bajakan. Lalu bagaimana solusinya? Dalam kasus ini, software berbasis open source mungkin bisa jadi jawaban.



Banyak nilai plus yang membuat open source design software menjadi pilihan. Pendiri Komunitas Blender Indonesia, Hiza Ro, berpendapat software open source bisa dijadikan solusi karena faktor ekonomis irit. “Selain itu, banyak aplikasi open source yang tidak memakan space di HD, sehingga tidak perlu menyisihkan 100MB untuk dapat dipasang di sistem. Semua file open source bisa dibuka di semua platform dan semua rilis. Jadi tidak perlu menyimpan dengan format berbeda setiap akan dibuka di tempat lain. Buat saya ini cerdas,” papar lelaki yang juga mendirikan Hizart Studio ini.

Selain Hiza, Edy Surachman, seorang animator freelancer asal Jakarta, juga menyoroti soal biaya. “Selain gratis dan bisa memotong biaya pembelian dan royalty software berbayar, sesuai dengan istilahnya, software open source bebas kita modifikasi dan diutak-atik source code-nya untuk dibuat sesuai selera dan kebutuhan kita.”

Sementara itu, seorang CONCEPT Citizen – nama keren penggemar CONCEPT di Facebook – menulis, “masak sudah susah-susah cari uang dari software tertentu yang ternyata masih bajakan akhirnya malah jadi duit haram. Nggak barokah ntar rejekinya. Masak tega juga memberi makan aniak istri dengan duit haram” Begitulah jeritan keprihatinan Pandu Aji Wirawan, Post Production dan Special Effect di Qupic Animastudio Surabaya. Komentar ini senada dengan Edy, yang berpendapat masalah legalistas dan kebebasan berkarya merupakan alasan utama, “Sayang sekali jika karya yang kita buat bagus tapi tidak bisa dipublikasikan hanya karena pekai software bajakan yang menimbulkan ketakutan tersendiri terhadap legalitas.”

HASIL TERGANTUNG USER

Menanggapi keraguan terhadap kualitas karya yang dihasilkan dengan open source, Johantri, Animator 2D di IFW Batam, berkomentar, “Seorang CG Artist berpengalaman yang menggunakan software open source atau freeware akan tetap bisa menghasilkan karya yang lebih bagus dibandingkan seorang pemula yang memiliki software berbayar yang original. Artinya, semua kembali kepada mau atau tidaknya orang belajar dan mencari pengalaman kemudian mengembangkannya. Bukan karena ia menggunakan alat mahal sehingga karyanya jadi bagus. Istilahnya, bad workman blames his tools.” Hiza pun sependapat dengan komentar ini. Seraya menambahkan bahwa jam terbang juga punya peranan. “Soal teknis saya kira bisa dikuasai dalam waktu cepat.”

Baik Hiza, Edy maupun Johan menilai selama ini klien tidak pernah ceriwis soal software yang digunakan desainer. Menurut mereka, klien kebanyakan melihat hasil, bukan prosesnya. “Mereka tidak peduli kita memakai software apa. Yang penting, pekerjaan bagus dan tepat waktu.” ujar Johan bersemangat. Untuk software, Johan menggunakan Ubuntu 9.10, Blender 3D. GIMP, Inkscape, Fspot dan UFRaw (untuk fotografi). Sementara Edy memakai Blender, Virtualdub, The GIMP, MyPaint, Sodipodi dan Inkscape. Hiza juga mengaku menggunakan Ubuntu Linux 9.10, GIMP, Photoscape, KRITA, Inkscape, MyPaint, Blender, Audacity dan LMMS (Linux Multimedia Studio-Software)

Dibajak memang menjengkelkan dan bisa membuat hati panas. Tapi menggunakan bajakan juga bukan pilihan yang bijak. Jika dompet belum cukup tebal untuk membeli software desain berbayar yang orisinal, software open source bisa jadi pilihan yang layak dijajal.

sumber: Majalah Desain Grafis CONCEPT

OSS Adalah Sebuah Jawaban




OSS telah membuka mata dunia tentang kehebatannya. Dengan OSS kita bisa mengembangkan sebuah aplikasi sesuai kebutuhan kita sendiri, baik selaku developer maupun user.
(wawancara hizaro di Majalah BISKOM)


Open Source Software (OSS) merupakan jawaban untuk mengembangkan industri di Tanah Air. Proses transfer of knowledge dari OSS pun makin udah diakses secara gratis melalui internet. Dengan OSS pula, kita bisa mendapatkan legalitas penggunaannya, biaya produksi lebih murah bahkan mungkin diharapkan mereduksi dampak pembajakan dengan hasil kreativitas yang harganya lebih terjangkau.

“Tidak menutup kemungkinan akan muncul varian-varian baru aplikasi open source yang bisa dijual, tentu ini peluang bisnis baru juga” kata Hiza Ro, pendiri komunitas game berbasis OSS, Blender Indonesia, kepada BISKOM akhir desember lalu.

Lebih jauh ia pun berharap ke depan bisa tercipta sebuah ekosistem kreatif yang berbasis OSS dan bisa dijadikan ekonomi baru, sekuranganya 5-10tahun mendatang. Hal itu bisa dimulai Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dngan kurikulum cerdas berbasis OSS.

“Saya rasa ini tanggung jawab dan komitmen yang harus didukung penuh oleh pemerintah, dengan mengandeng komunitas-komunitas OSS agar semakin berkembang.” tandas Hiza.



Berikut paparan ide Hiza Ro tentang game dan animasi nasional.

Bagaimana perkembangan animasi dan game nasional sejauh ini?

Menurut saya, animasi dan game di tanah air sudah sangat pesat perkembangannya. Dari sisi bisnis investasi pun tidak mengecewakan. Terbukti dengan maraknya event-event baik online maupun offline yang selalu dipadati peserta. Peminat game yang membeludak, khususnya game online, kerap membuat publisher menambah jumblah server. Lalu muncul berbagai komunitas, forum-forum dan membanjirnya warnet khusus game 24 jam yang makin marak. Hal ini bisa menunjukkan perkembangan sebuah insdustri.

Namun hal tersebut sebagian besar baru dipandang dari segi penonton, peminat, player atau user, dan pelaku bisnis atau publisher, yang rata-rata game atau animasinya adalah hasil impor dari Korea, Jepang, Malaysia dan negara lainnya. Sedangkan pengembang atau developer lokal masih sangat minim, sehingga regenerasi jadi terhambat. Tidak banyak pilihan bagi player untuk bermain games atau menonton film animasi lokal. Iklim yang sehat, juga syarat minimal industri adalah produksi yang lebih besar dari permintaan pasar.

Apakah OSS sanggup menjadi platform yang ideal untuk membangun animasi dan game nasional?

Hemat saya, OSS adalah jawaban! Keajaiban internetlah yang mempertemukan para pengembang, pelaku, animator, kepada open source. Di komunitas seperti blenderindonesia.org atau gamedevid.org, OSS berkembang perlahan dan pasti terutama aplikasi yang terkenal seperti Blender (3D), Inkscape (Vektor), GIMP (pixel), MyPaint (painting), dan lain-lain. Game engine seperti OGRE mulai banyak diminati dan dikembangkan sesuai kebutuhan oleh beberapa developer lokal. Masing-masing sudah bisa digunakan untuk produksi sebuah film animasi atau games dengan maksimal.

Apakah keunggulan animasi dan game kita dibanding negara lain?

Bicara keunggulan animasi dan game di Indonesia saya kira banyak segi yang bisa diunggulkan. Terlepas dari kuantitas, para artist computer graphic (CG) mempunyai artistik yang sangat kental. Negara kita kaya akan etnis, alam, dan kolaborasi dari keberagaman atau heterogenitas budaya ini bisa masuk dalam visual animasi dan games. Lihat saja komik-komik lokal, game Nusantara Online (Nusol), dan berbagai hasil karya di forum-forum. Saya kira ini nilai plus dan berpotensi nuuk digali lebih dalam lagi. Kita tahu karena Indonesia adalah 'jagonya' dongeng dan cerita legenda. Di era globalisasi, ini adalah kekuatan dan sumber yang pantas diunggulkan dan diembangkan.

Apa perlu dikembangkan lagi dari kondisi yang ada sekarang?

Yang patut dicatat adalah mengubah pola pandang dari penonton, pemakai (user) menjadi pembuat atau developer, sehingga makin banyak produsen dan regenerasi yang konsisten untuk membuat pasar industri makin marak dan bisa menjadikan unttulan devisa negara seperti di Korea dan Jepang. Juga kerjasama media yang memberi pengaruh besar bagi percepatan industri animasi dan games. Dalam hal ini dukungan dan motivasi yang intens harus terus berjalan beriringan. Saya optimis, 2-5 tahun lagi kita akan berjaya di negeri sendiri jika ekosistem yang sehat mulai dibentuk dari sekarang. Terutama soal hak kekayaan intelektual. Ini berarti kekuatannya ada di open source sebagai konsep baru industri animasi dan games Tanah Air.

Apa hambatan untuk menegmbangkan animasi dan gamen nasional?

Banyak. Yang paling susah adalah perilaku dan mental pembajak yang secara tidak langsung 'didukung' oleh banyak pihak. Contohnya, masih maraknya software bajakan yang sangat murah. Selama hal tersebut masih ada, maka harga produk-produk animasi dan games menjadi rusak. Hal ini menyebabkan pelaku industri enggan berbisnis. Produk-produk bajakan tersebut seakan menjadi 'surga' bagi pemakainya. Alhasil mereka sendiri yang rugi. Perlu penanganan khusus dari pihak etrkait dalam hal ini pemerintah untuk menertibkannya.

Bagaimana halnya dengan persoalan lisensi, termasuk Hak Kekayaan Intelekutal (HaKI), apa masih ada hambatan?

Saya punya beberapa saran terutama untuk penertiban yang terkati dengan HaKI. Mungkin perlu adanya kriteria dalam mensensor produk-produk kreatif.

Tidak hanya konsentrasi dari sisi konten saja, tapi juga mulai mempertanyakan legalitas berkarya dengan penggunaan perangkat lunaknya. Dengan begitu, pelaku bisnis ini hanya ada dua pilihan: beli yang legal atau open source?

Kalau mau jujur, saya yakin bahwa kita juga tidak ingin menggunakan perangkat lunak bajakan. Namun seakan tidak ada pilihan untuk itu, dikarenakan harganya yang selangit. Nah, open source bisa menepis anggapan tersebut. Disamping free dengan kemerdekaan mendownload, mengubah atau mengembangkan, developer atau studio-studio bisa dengan nyaman berproduksi lalu tidak merasa rugi karena produksi murah dan hasil maksimal. Tidak menutup kemungkinan akan muncul varian-varian baru aplikasi open source yang bisa dijual, tentu ini peluang bisnis baru juga.

Dukungan apa yang dibutuhkan? Bagaimana perhatian pemerintah terhadap dua bagian dari industri kreatif ini?

Dalam benak saya adalah revolusi industri. Saya berpikir bagaimana industri kreatif ini tidak mati dan bisa berjaya. Daripada kita gembar-gembor untuk mengubah kebiasaan membajak itu, lebih baik kita membuat sebuah ekosistem baru dunia kreatif. Ekosistem kreatif dengan basis open source yang bisa dijadikan ekonomi baru dalam 5-10 tahun mendatang. Bisa dimulai dari SMK dengan kurikulum yang cerdas berbasis OSS. Saya rasa ini tanggung jawab dan komitmen yang harus didukung penuh oleh pemerintah, dengan menggandeng komunitas-komunitas OSS.

Perhatian ini mungkin sudah bisa dilihat dari Indonesia Go Open Source (IGOS) dan beberapa program terkait. Namun baiknya, para komunitas dan penggiat OSS tidak perlu menaruh harapan terlalu banyak, just do it dan bergerilya secara militan.

Apakah kita masih membutuhkan tenaga outsourcing untuk pengembangan OSS?

Outsourcing masih perlu untuk transfer of knowledge dan pengalaman. Namun posisinya yang harus ditukar. Jika selama ini mereka adalah tenaga ahli yang menguasai sebuah proyek, coba dibalik menjadi pengawas atau penasehat dengan pemimpin orang lokal, toh mereka dibayar untuk itu.

Namun dengan adanya internet yang makin murah, posisi outsource ini saya kita tidak telalu urgent. Kembali lagi ke OSS, proses transfer knowledge makin gampang diakses secara gratis. Tenaga-tenaga terampil kita banyak sekali menjadi pelaku. Hanya saja negara luar yang lebih memberi apresiasi. Jadi, butuh manajemen yang baik dan experiances yang lebih banyak.

Menurut Anda, apa saja 5 game terbaik serta animasi terbaik 2009 karya putra bangsa?

Game produksi lokal yang paling bagus itu menurut saya Nusantara Online, Bluberin Studio, Agate, Castle Studio, Meraih Mimpi, dan Divine Kids. Kalau animasi saya kira si Hebring.

Kira-kira apa tren game dan animasi Indonesia kedepan di tahun 2010?

Trend tahun depan adalah free games dan open movie. Freegames mulai banyak dimainkan sebagai hiburan ringan di mana saja, mulai dari PC, online games, ponsel atau bahkan Facebook seperti Mafia Wars. Sudah tidak jaman lagi sesuatu itu berbayar, semua serba gratis dan open source. Sementara open movie atau lebih dikenal dengan film gotong royong awalnya digagas oleh Blender Institute dari Belanda dengan produk software Blender yang open source. Proyek mereka (3D) Orange Movie / Elephant Dream berhasil membuka mata dunia tentang kehebatan open source. Film ini adalah film open movie pertama di dunia yang langsung menjadi standar proses pembuatan 3D Animasi yang beda dan unik.

Berturut-turut muncul proyek-proyek open movie lain Big Buck Bunny (www.bigbuckbunny.org), Apricot Games (www.yofrankie.org), Sintel/ Durian (www.durian.blender.org). Proyek lain di luar Blender adalah www.project-london.net.

Saya kira sebentar lagi konsep-konsep semacam ini akan banyak diminati di Indonesia. Walaupun perlahan, bisa jadi kekuatan-kekuatan baru semacam ini menjadi trend setter 2010.

3/8/10