ideologi

Showing posts with label ideologi. Show all posts
Showing posts with label ideologi. Show all posts

2/10/17

Bagaimana karakter dan skillmu sesungguhnya?


Saat menghadapi kertas dan pensil tanpa gambar referensi, saat mengerjakan desain tanpa bantuan komputer, saat menulis hanya dengan khayalmu, saat internet tidak sedang terkoneksi.

Saat presentasi di depan kelas tanpa materi digenggam, saat berkomunikasi 4 mata dengan orang lain tanpa gadget, saat berdiskusi terbuka di warung-warung tanpa satu orang pun dikenal, saat bercerita dengan anak-anak tanpa buku panduan.

Saat bernyanyi tanpa iringan alat musik, saat berhitung tanpa kalkulator, saat mendapatkan teman baru tanpa jejaring sosial, saat menjadi orang asing tanpa satu pun mengenalmu.

Saat berwacana dengan teorimu sendiri, saat memotret kehidupan masyarakat tanpa kamera, saat memasak tanpa satu pun resep dan bahan sesuai, saat berkomitmen dengan orang lain tanpa diingatkan agenda, saat mengingat sebuah peristiwa kecil dan merasakann denyut nadimu bergejolak, saat benar-benar pikiran dan organmu berfungi menyeluruh.

Disanalah kamu akan temukan sejauh mana kemampuan sesungguhnya!


Yogyakarta, Januari 2017

Kopi & Revolusi MedSos



Manusia normal bekerjanya juga normal, gitu-gitu aja, rutinitas biasa. Tanpa zat adiktif yang bisa mendorong (booster) kemampuan otaknya bekerja, maka tidak akan lahir pembicaraan dan kegiatan revolusioner dunia. Jangan salah dulu mengartikan zat adiktif secara berlebihan, karena setiap hari dimasa sekarang kita menengguknya. Teh, kopi, dan rokok adalah beberapa contoh sering.

Source: https://jbaycoffeerevolution.wordpress.com
 Lalu apa hubungannya kopi dengan revolusi, apalagi medsos bung? Sabar!

Sejak abad kolonialis, abad 17, tradisi minum teh dimulai di Inggris. Tapi China adalah biangnya tradisi tersebut, ya karena awalnya teh hanya tumbuh disana.

Sejak saat itu populasi di Britania meningkat 50%, bukan karena minum teh, tetapi karena kebiasaannya memasak air hinggak mendidih. Secara logis daya tahan manusia menjadi bertambah, karena kuman-kuman penyakit gagal mematikannya. Alhasil, panjang umur dan menjadi sering beranak-pinak (klasik).

Namun, sejak kopi berhasil 'dicuri' dari daerah tropis, maka teh kemudian tergantikan posisinya. Kopi menjadi candu utama yang lebih hebat! Zat adiktifnya lebih giat 'memblokir' syaraf otak yang memerintahkan manusia untuk tidur. LEMBUR adalah kegiatan setelah ngopi. Cafein ini lalu menemani pembicaraan-pembicaraan para laki-laki yang lebih revolusioner. Di Paris mereka melahirkan revolusi Perancis, Eropa melahirkan revolusi industri, dan kemudian di Amerika pun demikian.

Karena kafein, adrenalin berpikir manuasi menjadi lebih gahar levelnya!

Hasil-hasil revolusi itu bisa kita lihat sampai sekarang. Berkembangnya teknologi, sains, politik, seni, dll. Sebuah PENYALURAN akibat ide-ide revolusioner tersebut HARUS terakomodir (terfasilitasi) dengan baik menjadi seperti sekarang ini.

Medsos mas medsos! Okelah kalok begitu.

Berdasarkan sains tersebut, rupanya saya teringat waktu kecil dikala orang tua saya masih sering melarang minum kopi. "Ora elok! katanya" (kurang pantas). Nah, hal ini tersambung sekarang. Karena kopi menyebabkan mata melek, kafein membuat pikiran menjadi jernih dan tubuh terpacu untuk bekerja lebih. Termasuk mikir yang nggak-nggak.

Bisa dibayangkan jika seorang anak kecil minum kopi? Nah itu.

Cilaka 13, hari-hari ini KOPI sedang marak 'meracuni' anak-anak muda. Di Indonesia pula, yang notabene kaya akan waktu luang, obrolan kencang, hingga percakapan-percakapan jalang.

Minum kopi salah? TIDAK! Efeknya yang HARUS DISALURKAN. Efek ide-ide brilian, kreatif, revolusioner, dll.


Maka adalah tepat jika seseorang mempunyai HOBBY MOTORIK untuk menyalurkannya. Jika tidak? Wah, cilaka 14! Maka kemudian muncul energi turah-turah (berlebih) yang tertuang lewat 'amuk massa negatif timeline' yang isinya lengkap, komplit itu. Utamanya Agama dan Politik. Tik!

Yang kuat dan bijak, akan membaca sambil senyum-senyum saja. Yang kurang gaul akan mudah terprovokasi, lalu balas menyerang pihak yang dianggap musuh tersebut secara verbal. Ya gitu deh :)

Maka, bukan kopi, teh, atau tembakau yang patut disalahkan dengan adanya revolusi pemikiran tersebut. Hobby adalah kambing hitam empuk.

Segeralah temukan hobbymu masing-masing, kalau sudah ketemu hajar saja! Lampiaskan hingga tuntas ide-ide brilianmu disana.

Pasti sibuk nanti! Wes toh, rasah ngeyel. Sobek-sobek! (kata Tukul)






Jawa, Saya, dan Nilai


Terlahir dan dididik dari keluarga Jawa, besar dan berproses di pulau Jawa, tidak lantas menjadikan saya 'Orang Jawa'. Sejak kecil saya memang tak asing dengan basa Jawa ngoko sampai kromo hinggil, gending dan uyon-uyon, lelaku, dan budaya orang-orang Jawa tradisional. Lantas, apakah saya puas dan sudah menjadi orang Jawa sepenuhnya? Secara fisik, hardware, ya saya akui! Namun secara cara berpikir, software, ternyata belum sepenuhnya saya lakukan/lakoni. Ternyata saya masih sangat jauh dari standar etika, filosofi, dan cara hidup seorang Jawa.

Sejak sekolah SD hingga kuliah, dari membaca hingga menulis, berhitung hingga menggambar, semua teori dan metodenya saya dapatkan dari cara-cara ilmu pengetahuan/sains modern. Buku-buku modern. Ya, cara filsuf-filsuf dunia dan berbagai teorinya sudah terlanjur tertelan, berhitung cara-cara eropa, hingga bermusik do re mi fa sol-nya musik barat, lalu selalu saja bermimpi mengunjungi tempat-tempat penting disana. Sementara, berziarah dan mengunjungi tempat-tempat para leluhur pun malas, beribu alasan, hingga berbagai kesempatan tak kunjung terlaksana, minim.

Jangankan ziarah, membabat cerita wayang ramayana pun sepertinya berat sekali, sementara ratusan bacaan & buku-buku lainnya kulahap sejak sekolah. Lebih kecil lagi, menulis Jawa saja saya tidak pernah becus! Palagi menonton pertunjukkan wayang kulit semalam suntuk? Ah, seperti sesuatu yang jauh untuk diraih, namun susah untuk menyelesaikannya :(

Suatu ketika, 2012, saya beranikan diri untuk menantang diri sendiri belajar seni Wayang kulit, terutama jagad pedalangannya. Beruntung tahun itu juga, saya tercatat kembali sebagai mahasiswa seni di Bantul, sebagai mahasiswa baru lagi (setelah 5 tahun sebelumnya DO sebagai mahasiswa seni rupa). CUEK! Toh niat saya baik, belajar sebuah peradaban tertinggi dalam budaya nenek moyang Jawa. Apa yang terjadi kemudian?






Setelah berproses selama satu semester, tiba saatnya saya mengikuti ujian pertama mendalang selama 2 jam. Belum masuk lakon/penokohan. Rasanya seperti masuk kedalam 'tungku oven', keringat sebesar biji jagung, isi otak berantakan, mulut kacau melagukan tembang, naskah menjadi amburadul, hingga tertawaan penonton yang terdiri dari para dalang senior, calon dalang, dosen, hingga masyarakat umum. Isi otak saya sama dengan isi otak rekan saya yang belajar wayang dari Mexico, kami sama-sama kosong. Tetapi, saya lebih malu karena saya adalah orang Jawa! Duh, dimana kutitipkan raut muka ini? Skip...skip...skip, yang pasti adalah DO untuk kedua kalinya.

Kiamat? Setidaknya 2 jam itu Ya!


 


Meskipun hari itu saya merasa gagal++, dan mungkin menjadi pementasan pertama dan terakhir dalam dunia pedalangan dibawah blencong, tetapi setidaknya saya pernah mencobanya. Saya pernah melakoni proses proses singkatnya, walaupun hasinya 'jelek saja belum'. Jawa, menjadi pertimbangan pertama-tama dalam setiap langkah kemanapun. Namun pikiran yang terbuka dan mengglobal, tetap harus dijaga dan dikembangkan. Saya tidak pernah tahu apa makna dari semua lelakon tersebut, apa gunanya menjadi 'Jawa kembali'. Entahlah!


2 tahun kemudian beberapa hal dari pelajaran wayang dan nilai-nilainya saya terapkan dalam film animasi saya hingga bisa membawa saya kembali masuk dalam 'tungku oven' sebuah festival animasi terbesar dunia, di Annecy - Perancis. Kali ini saya dan produser menjalani semacam presentasi project di depan para audience animasi dunia, tentu tidak memakai kromo hinggil, bahasa Inggris. Mudah? Lebih susah jelas. Skip...skip.


Sepulang dari Eropa, saya lalu menata diri. Selain membawa PR besar, pun menata diri untuk mendalami nilai-nilai Jawa saya. Buku-buku kembali saya baca, pentas-pentas seni didatangi, kaset-kaset tradisional kujejalkan, kemudian diolah dan dijadikan tatanan baru dalam berproses apapun selanjutnya. Sampai sekarang? Ya! Karena semakin tinggi kau tanamkan pohonmu, maka semakin dalam kau harus siapkan akarmu. Begitu nasihat para sopir yang kutemui sepanjang Pantura kemarin.


Siapa kamu sebenarnya! Sudah menjadi Jawa? Entahlah, yang jelas bukan menjadi eropa, arab, china, amerika, atau India. Terlalu jauh dari itu semua itu, terlalu banyak waktu jika kupikirkan mereka.

"Tak akan ku teguk benar nilai-nilai lainnya, JIKA nilai-nilai yang membesarkanku saja belum sempat kuhabiskan!"


Bantul, 12 Januari 2017 - edisi kangen wayang


(Matur nuwun kagem para guru, dalang, penatah wayang, konco, lan sedaya ingkang sampun mulang sabar wonten ing jagad pewayangan)